Kelapa sawit merupakan tanaman tropis
yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman ini pertama kali di budidayakan secara
komersial pada tahun 1911 oleh K. Schadt (orang berkebangsaan Jerman) dan M.
Adrien Hallet (orang berkebangsaan Belgia). Schadt mendirikan perkebunan kelapa
sawit di Tanah Ulu (Deli), sedangkan Hallet mendirikan perkebunan di daerah
Pulau Raja (Asahan) dan sungai Liput (Aceh). Sejak saat itulah, perkebunan
kelapa sawit terus dikembangkan hingga sekarang. Perkembangan usaha perkebunan
ini sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak sawit yang terus bertambah
setiap tahunnya. Prinsip dasar dalam usaha perkebunan kelapa sawit yaitu
memperoleh produksi yang maksimal dan kualitas produk yang dapat diterima
dengan biaya seminimal mungkin. Produksi maksimal ini dapat diperoleh dengan
kegiatan teknis budidaya yang baik, salah satunya ketika tahap pembibitan.
Pembibitan merupakan langkah awal dalam budidaya kelapa sawit dan harus dimulai
setahun sebelum penanaman di lapangan.
Perkebunan kelapa sawit dapat dikatakan
sebagai suatu bentuk investasi jangka panjang. Investasi yang sebenarnya bagi
perkebunan ini berada pada bibit yang akan ditanam. Bibit yang berkualitas merupakan
sumber keuntungan pada perusahaan kelak. Apabila perusahaan tidak menggunakan bibit
tersebut, besar kemungkinan bahwa perusahaan akan mendapatkan kerugian dana,
waktu dan tenaga. Hal ini dapat diketahui setelah tanaman mulai menghasilkan,
berkisar umur 2-4 tahun setelah tanam.
Pemeliharaan bibit kelapa sawit diperlukan
kecermatan dan ketelitian. Pemeliharaan yang baik akan menghasilkan bibit yang
berkualitas sehingga akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan buah yang baik
di masa yang akan datang. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh
banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang
dihasilkan. Umur tanaman kelapa sawit mulai saat ditanam sampai peremajaan
kembali (replanting) dapat mencapai
umur ekonomis antara 25-30 tahun. Keadaan ini sangat ditentukan oleh kualitas
bibit yang ditanam. Oleh sebab itu teknik dan pengelolaan pembibitan harus menjadi
perhatian utama dan serius.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit adalah innate (genetis), induce (teknis agronomis) dan enforce (faktor
lingkungan). Faktor innate berkaitan
dengan genetik tanaman dan mutlak sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio
dalam biji, sehingga untuk mengelola faktor ini hanyalah dengan membeli kecambah
dari produsen terpercaya seperti PPKS Medan, PT Socfindo, Lonsum (Lonsum Grup),
OPSG Topaz (Asian Agri), Dami Mas (SMART) dan Sriwijaya (Selapan Jaya). Faktor induce adalah faktor yang mempengaruhi
ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan yang terkait
dengan teknis agronomis yang diterapkan oleh manusia terhadap tanaman. Tanpa
memperhatikan faktor induce tersebut,
tanaman tidak akan tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, sehingga sebaiknya
pengelola melaksanakan prosedur pemeliharaan tanaman sesusai dengan yang
disarankan oleh produsen kecambah terkait. Faktor enforce adalah faktor lingkungan (alam) yang merangsang atau
menghambat pertumbuhan tanaman. Faktor enforce tidak dapat dikendalikan oleh
manusia secara langsung, tetapi dapat dikurangi dengan memperbaiki faktor induce. Faktor enforce yang paling
berpengaruh terhadap tanaman, yaitu keadaan tanah dan iklim, seperti
temperatur, kelembapan udara, curah hujan, serta lama penyinaran matahari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar